THR yang diberikan orang non-muslim tersebut pada dasarnya masuk dalam kategori hadiah. Karena pemberian tersebut tanpa konpensasi. Maka sebelum menjawab pertanyaan tersebut kami akan menjelaskan sedikit tentang hukum memberikan hadiah.

Pada dasarnya hukum memberikan hadiah adalah sunnah, karena hadiah bisa memberikan efek positif. Yaitu menumbuhkan welas-asih dan menjauhkan permusuhan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qurthubi.

اَلْهَدِيَّةُ مَنْدُوبٌ إِلَيْهَا، وَهِيَ مِمَّا تُوْرِثُ الْمَوَدَّةَ وَتُذْهِبُ الْعَدَاوَةَ، رَوَى مَالِكٌ عَنْ عَطَاءِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الخُرَاسَانِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ

“Hukum hadiah itu disunnahkan, dan hadiah itu bisa mewariskan kasih sayang dan menghilangkan permusuhan. Imam Malik telah meriwayatkan dari ‘Atha` bin Abdillah al-Khurasani, ia berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Hendaknya kalian saling bersalaman maka kedengkian akan sirna, dan hendaknya kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling menyayangi satu sama lainnya dan permusuhan akan sirna”.(Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, Kairo-Dar al-Kutub al-Mishriyyah, cet ke-2, 1384 H/1964 M, juz, 13, h. 199).

Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Namun kemudian muncul persoalan sebagaimana pertanyaan di atas. Yaitu, bagaimana jika yang memberikan hadiah adalah orang non-muslim?

Imam Bukhari pakar hadits terkemuka dan hadits riwayatnya diakui paling shahih di antara riwayat-riwayat ahli hadits yang lainya, dalam kitab Shahih-nya menulis bab khusus mengenai qabul al-hadiyah min al-musyrikink (kebolehan menerima hadiah dari non muslim).

Dalam bab ini Imam Bukhari menyuguhkan beberapa hadits yang menunjukkan kebolehan menerima hadiah dari non-muslim. Di antaranya adalah:
وَقَالَ سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –رواه البخاري

“Said berkata, dari Qatadah dari Anas ra, sesungguhnya Ukaidira Dumah pernah memberikan hadiah kepada Nabi saw”. (HR. Bukhari).

Hadits lain yang juga bisa dijadikan dasar hukum kebolehan menerima hadiah dari orang non-muslim adalah hadits riwayat at-Tirmidzi yang mengisahkan bahwa Salman al-Farisi pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah saw berupa ruthab (kurma basah). Pada saat Salman al-Farisi memberikan hadiah tersebut, ia belum masuk Islam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Zainuddin al-‘Iraqi:

وَفِيهِ قَبُولُ هَدِيَّةِ الْكَافِرِ فَإِنَّ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَمْ يَكُنْ أَسْلَمَ إذْ ذَاكَ وَإِنَّمَا أَسْلَمَ بَعْدَ اسْتِيعَابِ الْعَلَامَاتِ الثَّلَاثِ الَّتِي كَانَ عَلِمَهَا مِنْ عَلَامَاتِ النُّبُوَّةِ وَهِيَ امْتِنَاعُهُ مِنْ الصَّدَقَةِ ، وَأَكْلُهُ لِلْهَدِيَّةِ وَخَاتَمُ النُّبُوَّةِ وَإِنَّمَا رَأَى خَاتَمَ النُّبُوَّةِ بَعْدَ قَبُولِ

“Di dalam hadits tersebut mengandung pengertian kebolehan menerima hadiah dari orang kafir. Sebab, Salman al-Farisi ketika memberikan hadiah kepada Rasulullah saw belum masuk Islam. Ia masuk Islam setelah mengentahui tiga tanda kenabian yaitu penolakan Rasulullah saw terhadap shadaqah (zakat), memakan hadiah, dan khatam an-nubuwwah. Hanya saja Salman al-Farisi ra melihat khatam an-nubuwwah setelah Rasulullah saw menerima hadiahnya”. (Zainuddin al-‘Iraqi, Tharh at-Tatsrib fi Syrah at-Taqrib, Bairut-Mu`assah at-Tarikh al-‘Arabi, tt, juz, 4, h. 40).

Penjelasan singkat ini jika ditarik ke dalam kontesk pertanyaan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menerima THR dari orang non-muslim adalah boleh sebagaimana bolehnya menerima hadiah dari orang non-muslim.

Leave a Comment