Khitbah atau meminang merupakan salah satu proses yang sebaiknya dilakukan sebelum melangsungkan pernikahan. Melakukan khitbah juga merupakan sebagai tanggal awal pengenalan dengan pasangan yang kita inginkan. Dan dalam khitbah, pihak laki-laki menurut mayoritas fuqaha` diperbolehkan melihat wajah dan kedua telapak tangan perempuan yang dikhitbah.

Sedang perempuan yang boleh dikhitbah adalah perempuan yang masih single, atau perempuan yang cerai dengan suaminya atau karena ditinggal mati suaminya, dan memang halal untuk dinikahi serta tidak sedang dikhitbah orang lain. Dalam kasus yang kedua, yaitu wanita yang dicerai suaminya atau ditinggal mati suaminya, maka harus menunggu sampai masa iddah-nya selesai.

Mengenai soal hikmah dari melihat wajah perempuan yang dikhitbah adalah jelas sekali berkaitan dengan soal kecantikan si perempuan tersebut. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh penulis kitab al-Iqna`.

وَالْحِكْمَةُ فِي الْاِقْتِصَارِ عَلَيْهِ أَنَّ فِي الْوَجْهِ مَا يَسْتَدِلُّ بِهِ عَلَى الْجَمَالِ وَفِي الْيَدَيْنِ مَا يَسْتَدِلُّ بِهِ عَلَى خِصْبِ الْبَدَنِ

“Hikmah melihat sebatas wajah dan telapak tangan baginya adalah bahwa pada wajah terdapat sesuatu yang menujukkan atas kecantikan dan pada kedua telapak tangan terdapat sesuatu yang menunjukkan kesuburan badan.” (Muhammad al-Syarbini al-Khatib, al-Iqna` fi Halli Alfazhi Abi Syuja`, Bairut-Dar al-Fikr, 1415 H, juz, 2, h. 405-406)

Namun secara spesifik dijelaskan dalam berbagai kitab hasil penelitian ahli firasat dan para peneliti menggeluti wajah perempuan menyimpulakn bahwa bagian-bagian dari wajah perempuan seperti mulut, bibir, lidah, dagu, dan mata memiliki keterkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan keintiman hubungan suami-istri.

Syekh Sulaiman al-Bujairimi, misalnya dalam kitab Tuhfah al-Habib ala Syarh al-Khathib antara lain menjelaskan misalnya menjelaskan soal ukuran bibir, warna lidah bentuk hidung, mata, dagu dan lain-lain berkaitan dengan keintiman hubungan suami-istri. Beberapa hal tidak bisa kami jelaskan karena terlalu vulgar. (Lihat lebih lengkap dalam Tuhfah al-Habib ala Syarh al-Khathib, Bairut-Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1417 H/1996 M, juz, 4, h. 109)

Leave a Comment